Minggu, 10 Januari 2010

Baiturrachman Banda Aceh


Masjid Baiturrahman mewakili salah satu contoh pertama dari mesjid berkubah di Asia Tenggara. Mungkin lebih penting lagi, mesjid merupakan perwujudan arsitektur peran politik Islam telah dimainkan di Indonesia. Dibangun oleh Belanda pada tahun 1879 dan selesai pada tahun 1881, itu dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan rakyat Aceh selama dipimpin berdarah Belanda Perang Aceh. Selain itu, penambahan dibuat untuk mesjid pada tahun 1957 itu dimaksudkan untuk menghubungkan simbolis sebagian besar wilayah separatis Aceh untuk Republik Indonesia.

Masjid Baiturrahman digantikan sebuah masjid yang dibangun enam tahun sebelum tahun 1872 oleh Sultan Nur al-Alam. Masjid asli ini, bernama Mesjid Raya atau Grand Mosque, dikatakan meniru mesjid yang dibangun oleh 1614 Sultan Iskandar Muda dengan lapisan atap meru berpinggul lebar. Ketika kerajaan Aceh menentang perjanjian perdagangan Belanda pada tahun 1873, Belanda menyerbu Banda Aceh, memulai Perang Aceh 30 tahun, dan menghancurkan Mesjid Raya yang baru saja dibangun. Dalam upaya untuk membujuk orang Aceh untuk mengakhiri perlawanan mereka, Belanda membangun kembali mesjid pusat ini 1879-1881.

Arsitek de Bruchi model masjid baru pada rencana Moghul sangat berbeda dengan sebelumnya terlihat di Asia Tenggara. Sedangkan pra-masjid yang masih ada diletakkan di atas sebuah rencana persegi empat dengan atap meru tierd, kreasi Belanda yang baru ini disalin banyak struktur, formal dan unsur gaya Mughal masjid. Berbingkai kayu kubah, sebelum ini asing bagi arsitektur Aceh, berpakaian hitam adalah sirap kayu besi, yang berlawanan dengan dinding-dinding putih masjid sementara menara kayu tebal naik di atas kota profil. Elemen Mughal ini lebih jauh dihiasi dengan sentuhan Moor, seperti air mata dengan lengkungan berbentuk parabola intrados dan plester endy moldings.

Selama abad kedua puluh elemen telah ditambahkan ke masjid secara bertahap. Pada tahun 1936 dua sisi kubah ditambah. Pada tahun 1957 keempat dan kelima kubah yang ditambahkan di bagian belakang, melengkapi sebuah simbolisme dari lima pilar Pancasila Indonesia. Juga pada tahun 1957 dua menara ditambah dan mesjid ini berganti nama menjadi Masjid Baiturrahman. Pada akhir 1980-an, masjid ini direnovasi dan taman-lahan.

Setelah pembangunannya, masjid ini diterima dengan ragu-ragu. Selama bertahun-tahun setelah Belanda disajikan masjid ke Banda Aceh, para pemimpin agama dianggap itu tidak tepat untuk ibadah dan melarang masyarakat menggunakannya untuk berdoa. Namun, saat ini Mesjid Baiturrahman telah berkembang untuk membatasi posisi agama yang signifikan di Banda Aceh sebagai Indonesia yang "gerbang timur ke Mekkah" atau Serambi Mekah (Mecca's beranda), serta independen mewakili hubungan antara ummah Aceh dan komunitas Muslim internasional.

Secara geografis mesjid Baiturrachman terletak di koordinat : 5°33′13″N 95°19′1.9″E

Tidak ada komentar:

Posting Komentar